Kekuatan pada Diri Manusia
Dua kata, yakni lahir dan batin sudah sedemikian populer di tengah masyarakat. Maka artinya, masyarakat telah mengenal dengan baik, bahwa dalam kehidupan ini terdapat dua kekuatan, yaitu kekuatan lahir dan kekuatan batin. Keduanya harus dipadukan untuk menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kehidupan ini.
Demikian pula dalam Islam, juga dikenal berbagai unsur dalam kehidupan manusia, yaitu terdiri atas jasad atau raga, ruh atau jiwa, akal atau pikiran, dan nafsu. Jasad digerakkan oleh jiwa, pikiran dan nafsu. Anggota badan akan bergerak manakala digerakkan oleh kekuatan yang ada di dalam unsur manusia itu.
Selain itu, dalam Islam diterangkan bahwa perbuatan seseorang tergantung pada niatnya. Niat selalu timbul dari dalam diri seseorang. Niat merupakan produk dari pergumulan antara jiwa, pikiran dan nafsu. Di antara ketiganya saling berebut pengaruh hingga akhirnya menghasilkan keputusan, dan selanjutnya mewujud dalam sebuah perbuatan.
Dalam pergumulan di antara kekuatan tersebut terdapat arahan, panduan, dan bimbingan, yaitu nilai-nilai yang bersumber dari ajaran kitab suci dan tauladan rasulnya, utamanya bagi seseorang yang telah mengenalnya. Melalui agama, perbuatan itu mendapatkan bimbingan untuk meraih hasil terbaik, menyelamatkan, dan memiliki dasar yang kokoh. Itulah sebabnya, perbuatan yang didasari nilai-nilai agama menjadi terasa lebih luas dan mantap.
Melihat kenyataan itu maka menjadi dengan mudah dimengerti, bahwa perbuatan manusia yang tampak sebenarnya tidak sederhana. Perbuatan manusia bersumber dari kekuatan yang ada di dalam dirinya. Sebagaimana disinggung di depan, bahwa perbuatan itu tergantung dari niatnya. Sementara niat itu sendiri tergantung dari berbagai kekuatan lainnya yang saling berpengaruh.
Atas dasar pemahaman seperti itu, maka untuk membentuk perilaku yang baik, yaitu yang diharapkan oleh bangsa ini, semisal kalau menjadi pejabat tidak korup, rakyat diharapkan loyal membayar pajak, disiplin dan mengikuti peraturan, bersolidaritas dengan sesama, dan lain-lain, maka tidak cukup didekati dengan peraturan atau undang-undang. Peraturan tetap diperlukan tetapi sentuhan-sentuhan terhadap aspek yang terdalam dari kehidupan manusia, termasuk ketauladan menjadi sangat penting diberikan oleh para tokoh dan pemimpinnya.
Manusia tidak sama dengan benda mati. Bahkan manusia juga tidak sama dengan sesama makhluk hidup lainnya, seperti tumbuhan dan binatang. Jiwa dan akalnya membedakan dengan makhluk lainnya, apalagi manusia yang telah mendapatkan sentuhan-sentuhan dari kitab suci dan tauladan dari kehidupan nabi. Oleh karena itu, dalam membangun manusia tidak cukup hanya melihat dari aspek lahir atau yang tampak, misalnya dari kecukupan ekonomi, perumahan, kesehatan dan sejenisnya.
Melihat manusia harus dari pespektif yang utuh dan komprehensif. Manusia harus dilihat sebagai manusia secara utuh. Memperlakukan manusia hanya dari aspek yang tampak, atau yang bisa diamati, dan bahkan lewat penuturan lisan saja tidak mencukupi. Sebab pada diri manusia terdapat dimensi yang mendalam, yang kadang tidak mudah diungkapkan. Oleh karena itu, memperbaiki manusia hanya melalui pendekatan hukum, mengefektifkan pengadilan, dan penjara, sebenarnya tidak cukup. Sebagai buktinya, pemberantas korupsi yang selama ini dilaksanakan menjadi tidak terlalu kelihatan hasilnya.
Pemberantasan korupsi yang digalakkan opleh pemerintah, ——kalau mau jujur, sebenarnya telah melahirkan rasa ketidak-adilan, perasaan tebang pilih, salah sasaran, berlebihan dan bahkan juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan dan mensengsarakan orang yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan keadilan. Itu semua terjadi, oleh karena, manusia hanya didekati dari aspek-aspek lahirnya dan kurang memperhatikan aspek-aspek batinya. Begitu pula hukum, hanya sampai pada bukti-bukti yang bersifat lahir atau yang tampak, sementara aspek batin tidak berhasil dijangkau. Dengan begitu maka rasa keadilan menjadi sulit diwujudkan.
Membangun manusia, tentu tidak kecuali membangunh bangsa ini, harus dilakukan secara komprehensif dan atau menyeluruh. Bangsa ini sebenarnya telah memiliki konsep atau pandangan secara jelas. Manusia telah diyakini harus dilihat dari dua aspek, yaitu aspek lahir dan batin. Hanya sayangnya, dalam tataran aktualisasi, pandangan itu seringkali terlupakan. Mereka hanya melihat sebatas aspek lahir, sehingga tatkala menyelesaikan problem-problem kemanusiaan sering mengalami kegagalan. Wallahu a’lam.